LENSA HUKUM – SULAWESI TENGAH.
Beberapa waktu lalu, Indonesia dihebohkan dengan gempa di Palu Sulawesi Tengah yang hingga kini tercatat memakan kurang lebih dari 2.113 jiwa. Jumlah tersebut terus meningkat dari informasi terakhir yang di dapat adalah 2.010 korban. Pencarian korban terus dilakukan mengingat hingga kini ada sekitar 1.309 orang hilang dan 4.612 korban mengalami luka-luka.
Gempa dan Tsunami yang terjadi di Palu, menyita perhatian pemerintah, termasuk salah satunya adalah dari Menteri Kesehatan. Gempa dan Tsunami terjadi secara mendadak. Penduduk di wilayah setempat yang awalnya berkumpul bersama keluarga tiba-tiba harus berpisah, melihat mayat dan darah, dan reruntuhan bangunan di mana-mana.
Gambaran kondisi tersebut yang pada akhirnya menyebabkan trauma berat yang berdampak pada ketenangan psikis. Sangat mungkin korban gempa mengalami depresi, stres, kecemasan tingkat tinggi karena adanya perubahan kondisi yang mendadak menakutkan dan membahayakan. Salah satu fakta paling berat yang umumnya di alami oleh korban bencana alam adalah kehilangan orang-orang terdekat dan trauma menyaksikan kengerian bencana alam.
Solusi dari Pemerintah
Menteri Kesehatan melalui Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS)- yang merupakan kompilasi dari instansi kejiwaan dan penyediaan obat-obatan -berupaya untuk mengatasi trauma psikis yang dialami para korban.
Adapun metode penanganan yang dilakukan oleh pihak DKPJS adalah dengan memberikan penanganan berjenjang, mulai dari level penanganan yang paling bawah, seperti:
- Melakukan aktivitas rekreasional yang tujuannya adalah untuk menghibur korban gempa.
- Melakukan screening khusus yang dilakukan oleh psikiater.
- Membuat grup therapy dengan beberapa korban yang mendapatkan penanganan sekaligus.
- Dan jika terdapat masalah serius dan membutuhkan tindakan medis lebih jauh lagi, korban gempa Palu akan di rujuk ke rumah sakit tertentu untuk memperoleh penanganan khusus.
Teknik Penanganan
Teknik penanganan psikis korban gempa dilakukan secara individu maupun berkelompok pada tanggal 5 hingga 10 Oktober 2018. Untuk penanganan DKPJS individu dilakukan kepada 110 orang yang terdiri dari 38 laki-laki dan 78 perempuan. Sedangkan untuk DKPJS kelompok dilakukan kepada 30 orang yang terdiri dari 19 wanita dan 11 pria. DKPJS kelompok ini tepatnya dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2018.
Hasil Pemeriksaan
Laporan hasil pemeriksaan yang di dapat di Posko Kesehatan ditemukan adanya indikasi depresi ringan, depresi akut, dan masalah trauma psikis yang dsertai dengan disorientasi dengan titik yang menyebar di Palu, Donggala, dan Sigi.
Langkah ini di ambil sebagai upaya untuk mengatasi masalah kesehatan psikis yang umumnya dialami oleh korban gempa. Depresi, stres, cemas, dan gangguan jiwa akut perlu penanganan yang tepat dan cepat agar gangguan psikologis itu tidak semakin parah. Di tangan pakar kesehatan jiwa yang di koordinir dari seluruh Indonesia, di harapkan korban gempa Palu, Sulawesi Utara bebas permasalahan psikis yang mengganggu. (Red)