LENSA HUKUM – ACEH.
Bencana kembali terjadi, salah satunya ada di Lhokseumawe, Aceh. Meski bukan merupakan bencana yang besar. Bencana ini cukup mengganggu aktivitas masyarakat terutama untuk anak sekolah.
Jembatan amblas di Lhokseumawe
Bencana bisa datang kapan saja dan dimana saja. Tidak ada yang menginginkannya tapi hal ini terjadi sesuai dengan tiba-tiba. Salah satunya terjadi di kecamatan Wasang Aceh Utara. Pada hari Senin malam tanggal 22 Oktober 2018, terjadi peristiwa amblasnya jembatan yang dibangun dari besi Aramco ke dalam sungai.
Peristiwa ini memang tidak memakan korban jiwa tapi menyebabkan masalah terisolasinya sebuah daerah yaitu Dusun Pante Bahagia tidak dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dunia luar. Pasalnya, jembatan ini merupakan akses satu-satunya yang paling memungkinkan yang dimiliki oleh warga dusun untuk berhubungan dengan dusun lainnya. Akibatnya hubungan antara dusun terputus dan anak-anak terpaksa tidak berangkat sekolah karena peristiwa ini.
Kerugian yang didapat dari masalah amblasnya jembatan
Sesungguhnya selain menggunakan jembatan, akses dusun ini dengan dusun yang lainnya bisa dilakukan dengan menggunakan jalur yang lainnya. Ada jalur-jalur yang dapat menghubungkan desa dengan desa lain. Sayangnya jalur-jalur tersebut sangat jauh. Untuk orang dewasa yang akan melakukan aktivitasnya mungkin jalur tersebut memungkinkan untuk digunakan akan tetapi tidak untuk anak-anak.
Lalu bagaimana anak sekolah?
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh salah satu warga Teupin Reusep, anak-anak dari dusunnya kebanyakan bersekolah di SDN 20 Sawang. Sekolah ini lokasinya cukup jauh sehingga untuk mencapainya dibutuhkan waktu paling tidak 30 menit untuk bisa sampai ke sekolah. Waktu yang ditempuh oleh anak-anak itu merupakan waktu yang ditempuh pada saat jembatan besi Aramco dari desa ini belum terputus. Akan tetapi setelah air sungai yang menerjang jembatan pada akhirnya anak-anak memiliki 2 pilihan, yaitu menggunakan jalur alternatif yang memiliki jarak yang sangat jauh atau tidak berangkat ke sekolah. Sayangnya karena jarak jalur alternatif ini memang tidak memungkinkan bagi anak-anak untuk melaluinya sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk tidak berangkat ke sekolah.
Musim hujan di Aceh memang sudah dimulai. Hasilnya banyak sungai yang meluap dan menyebabkan banyak daerah banjir. Sekitar 3 desa di kecamatan Sawang mendapatkan dampak dari banjir kiriman, jadi tidak aneh jika jembatan yang disebutkan sebelumnya rusak karena diterjang derasnya aliran air sungai. Bahkan di desa-desa lain yang diterjang banjir malah mengalami kerusakan pada bronjong, bendungan bahkan jalanan desa yang amblas.
Kita harapkan saja pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah di daerah Aceh ini. Namun mengingat bencana-bencana yang lebih besar terjadi di daerah-daerah yang lain kita doakan saja pemerintah dapat melakukan tugasnya dengan adil sehingga dasar negara pancasila berupa kesejahteraan sosial benar-benar tegak di Indonesia. (Red)