Home / Politik & Hukum / Kurangnya Pengawasan Kejari Jembatan Anggaran 6 Milyar Belum 1 Tahun Hancur
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19

Kurangnya Pengawasan Kejari Jembatan Anggaran 6 Milyar Belum 1 Tahun Hancur

 

LensaHukum.co.id - IMG 20190717 WA0019 - Kurangnya Pengawasan Kejari Jembatan Anggaran 6 Milyar Belum 1 Tahun Hancur

LENSA HUKUM

WANASARI – KABUPATEN BEKASI

Jalan utama jembatan utama penghubung desa Wanasari di kali CBL dimana masyarakat mengunakan akses tersebut jadi bahan pertanyaan masyarakat karna pembangunan jembatan yang menghabiskan anggaran dengan cukup banyak dan biaya dari APBD dengan RAB/ pagu Rp.9.107.710.000,Selasa (17/07/2019).

Saat media lensa hukum meminta keterangan dari penguna jalan (SU) bahwasanya sangat di sayangkan jembatan aset jalan penghubung antara desa ini cepat hancur baru berapa bulan padahal angaranya cukup besar,apa pemborong ini tidak diawasi pihak Pemerintah daerah kabupaten Bekasi dan pihak Kejari, ” Ucapnya

Kabid BPPK – RI Marihot, ” Mengatakan Bahwasanya anggaran 9 milyar lebih,yang di pergunakan untuk pembangunan jembatan yang nilainya sangat Fantastis itu adalah anggaran APBD dimana kita tau Anggaran tersebut dari berasal dari uang rakyat dan untuk rakyat. Pemborong Jaganlah mengerjakan proyek tidak sesuai RAB coba lihat jembatan belum satu tahun sudah hancur,apakah ini tidak buang-buang uang anggaran. Dan dalam pekerjaan proyek ada tidak pengawasan dari dari pihak terkait yakni pengawas dan konsultan dan kejari. Kalau ada kenapa proyek belum satu tahun sudah hancurnya, ” Ucapnya.

 

LensaHukum.co.id - IMG 20190717 WA0020 1 - Kurangnya Pengawasan Kejari Jembatan Anggaran 6 Milyar Belum 1 Tahun Hancur

Pasalnya,PT.UDANIA MANDIRI UTAMA,yang mendapatkan mengerjakan proyek tersebut,yang anggaranya mencapai Rp.9.107.710.000,APBD kabupaten Bekasi TA.2018
Nama kegiatan: Pelebaran Jembatan Wanasari CBL.
Volume:40 Meter
Lokasi :Cibitung
Biaya :Rp.9.107.710.000,
Sumber Dana: APBD Kabupaten Bekasi TA.2018
Waktu pelaksana :PT UDANIA MANDIRI UTAMA
NO.SPK :602.1/397/SPMK/PJJ/DPUPR/2018

Dimana di atur Salah satu perubahan mendasar dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,sebagai pengganti Undang-Undang No.18 Tahun 1999, adalah perihal sanksi dalam hal terjadi kegagalan bangunan. Dalam catatan konstruksi di Indonesia, salah satu kasus kegagalan bangunan yang cukup mendapat perhatian masyarakat antara lain runtuhnya jembatan Mahakam II di Kalimantan Timur pada bulan Nopember 2011 yang diikuti dengan pemberian sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pejabat pelaksana teknis kegiatan, kuasa pengguna anggaran dan manajer proyek.

Dalam UU Jasa Konstruksi 1999,pengertian kegagalan bangunan adalah sebagai berikut:

Sebagai keadaan bangunan,yang setelah diserah terimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa,menjadi tidak berfungsi dengan baik secara keseluruhan maupun sebagian, dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa.

LensaHukum.co.id - IMG 20190717 WA0022 - Kurangnya Pengawasan Kejari Jembatan Anggaran 6 Milyar Belum 1 Tahun Hancur

Adapun dalam Undang-undang Jasa Konstruksi 2017,kegagalan bangunan diberikan arti sebagai berikut:

Suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi.

Dengan demikian,syarat kegagalan bangunan yang termasuk dalam lingkup kegagalan bangunan dalam Undang -undang Jasa Konstruksi adalah kegagalan bangunan yang telah diserahkan kepada Pengguna Jasa,sehingga tidaklah termasuk pada keruntuhan bangunan sebelum penyerahan akhir hasil tersebut. Untuk itu kapan penyerahan akhir hasil jasa konstruksi merupakan hal krusial yang mana dalam praktiknya dibuktikan dengan suatu bukti tertulis sebagaimana diatur dalam kontrak kerja konstruksi.

Pertanyaan selanjutnya adalah pihak yang memikul tanggung jawab dalam hal terjadi kegagalan bangunan. Dalam kontrak kerja konstruksi sebagai dasar hukum pelaksanaan jasa konstruksi,ada 2 (dua) pihak yang terikat yakni Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.

LensaHukum.co.id - IMG 20190717 WA0021 - Kurangnya Pengawasan Kejari Jembatan Anggaran 6 Milyar Belum 1 Tahun Hancur

Dalam UU Jasa Konstruksi 2017,Penyedia Jasa dianggap dapat bertanggungjawab dalam hal terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena penyelenggaraan jasa konstruksi yang tidak memenuhi Standar Keamanan,Keselamatan,Kesehatan dan Keberkelanjutan yang diatur dalam UU Jasa Konstruksi 2017. Adapun Pengguna Jasa memikul tanggung jawab atas kegagalan bangunan yang terjadi setelah lewatnya jangka waktu pertanggungan Penyedia Jasa atas kegagalan bangunan.

Jangka waktu pertanggungan atas kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi yang disesuaikan dengan rencana umur konstruksi. Dalam hal rencana umur konstruksi lebih dari 10 (sepuluh) tahun,maka Penyedia Jasa hanya bertanggung jawab atas kegagalan bangunan paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penyerahan akhir layanan jasa konstruksi.

Baik Undang-undang Jasa Konstruksi 1999 maupun Undang -undang Jasa Konstruksi 2017 menyadari bahwa pelaksanaan jasa konstruksi merupakan suatu hal yang komplek dan melibatkan banyak kepentingan,oleh karenanya dalam hal terjadi suatu kegagalan bangunan diperlukan pihak yang mampu memberikan pandangan secara obyektif dan profesional terkait dengan tanggungjawab atas kegagalan bangunan tersebut.

Terlebih apabila kegagalan bangunan disebabkan oleh Penyedia Jasa,mengingat Penyedia Jasa dalam jasa konstruksi melibatkan lebih dari satu fungsi. Seperti tercantum dalam UU Jasa Konstruksi 1999,jenis usaha konstruksi terdiri atas usaha perencanaan konstruksi,usaha pelaksanaan konstruksi maupun usaha pengawasan konstruksi yang diselenggarakan oleh masing-masing perencana konstruksi,pelaksana konstruksi dan pegawas konstruksi. Sedangkan dalam UU Jasa Konstruksi 2017,jenis usaha konstruksi meliputi usaha jasa Konsultasi Konstruksi,usaha Pekerjaan Konstruksi dan usaha Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi. Olehkarenanya,guna menentukan penyebab dari suatu kegagalan bangunan dan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan tersebut,kedua undang-undang tersebut menunjuk penilai ahli untuk melakukan fungsi tersebut.

 

( MARIAM / SULE )

Lihat Juga

LensaHukum.co.id - Screenshot 20210217 005754 WhatsApp 310x165 - Begal Motor Kembali Beraksi Di Jalan Bugelsalam Rancamalaka

Begal Motor Kembali Beraksi Di Jalan Bugelsalam Rancamalaka

  LENSA HUKUM  CIKARANG TIMUR – KABUPATEN BEKASI  Lensahukum.co.id Seorang Lelaki pengemudi Sepeda Motor.Oca,(49 tahun) …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.